Monday, June 6, 2011

Kami Sudah merasakan akibat Perubahan Iklim!


Pak, Kami sudah merasakan akibat perubahan iklim? Ini adalah respon spontan yang disampaikan Pak Supriadi-Ketua Kelompok Nelayan Bintang Samudera, yaitu kelompok masyarakat penangkapan kepiting Rajungan, setelah sesi presentasi di kegiatan Workshop Pengembangan Desa Tahan Perubahan Iklim ‘ yang berlangsung pada 10 Mei 2011, di Rumah Pintar,Desa Tanjung Pasir,Kec Teluk Naga,Kab.Tangerang. Kegiatan ini bertujuan untuk menggali dan memberikan masukan terhadap Konsep Desa Tahan Perubahan Iklim’ dari berbagai stakeholder terutama masyarakat yang terkena dampak langsung perubahan iklim dan bencana.

Selanjutnya Tim IMACS, melakukan wawancara langsung untuk mengetahui dampak apa yang telah dirasakan oleh masyaralat Desa Tekluk Naga seperti yang disampaikan tadi.

‘Pak, sudah dua tahun ini kami kesulitan menangkap kepiting rajungan, kepting itu sepertinya hilang entah kemana juga ikan-ikan mulai sedikit, padahal kami dahulu ketika kepiting rajungan masih banyak muncul, setiap nelayan jika turun kelaut sehari bisa dapat seratus ribu rupiah, sekarang untuk dapat 20 ribu aja susah sekali’ begitu informasi Beliau saat awal wawancara. ‘Anggota kelompok nelayan saya sekarang tinggal sepuluh orang Pak dari 60 anggota, untung kami diperbolehkan jualan di lokasi Pos Angkatan laut ini jadi sedikit menolong, tambah beliau.

Menurut Bapak penyebab hilangnya kepiting rajungan itu apa pak?, ‘nah itu tadi yang saya sampaikan bahwa ini gara-gara musim yang tidak menentu Pak, saat ini seharusnya sudah musim timur tapi cuacanya masih seperti musim barat , kepiting rajungan itu biasanya muncul mulai bulan keempat hingga bulan pertama tahun berikutnya, bulan kedua dan ketiga ada tapi sedikit sekali, namun sekarang yang seharusnya melimpah, malah tidak ada kepiting yang muncul’.

Besar kemungkinan analisa Pak Supriadi benar bahwa berkurangnya kelimpahan kepiting rajungan disebabkan telah berubahnya iklim di laut yang tentunya akan berdampak kepada siklus perkembangbiakan organisme tersebut mengingat adanya perubahan suhu, seperti yang terjadi di darat dimana terjadi peningkatan populasi ulat bulu yang berlebih-lebihan di daerah jawa timur dan tengah, menurut Suputa- pakar hama dan penyakit tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Perubahan iklim terutama temperatur lingkungan ikut mempengaruhi populasi ulat bulu, karena temperatur yang meningkat dapat mempercepat siklus hidup ulat itu’. Mungkin temperatur yang meningkat menyebabkan telur-telur rajungan mati?

‘Kalaupun kami bisa menangkap rajungan sekarang Pak, tapi baru beberapa menit di perahu rajungan itu menjadi merah dan mati, nah kalau hal ini kami yakin bahwa ini disebabkan pencemaran yang makin banyak dibawa oleh sungai Cisadane ke daerah laut kami Pak’ tambah pak Supriadi. Mungkin pencemaran juga menjadi penyebab mudahnya kematian rajungan yang ditangkap, namun hal ini masih perlu penelitian lebih dalam.

Desa Teluk Naga sejak dahulu juga terkena dampak rob, namun yang dirasakan warga, rob saat ini airnya sudah makin dalam, rob juga membawa material pasir yang menutupi saluran air di empang-empag masyarakat sehingga menggangu sirkulasi air yang pada ujungnya menggangu pertumbuhan udang dan ikan yang dibudidaya. Bahkan 10 .000 benih bandengan yang ditebar oleh Ibu Ani Yoduyono pada tahun 2010 bersamaan dengan peresmian Rumah Pintar bantuan SIKIB hingga hampir dua tahun masih sebesar dua jari orang dewasa, padahal umumnya waktu pembudidayaan bandeng hanya sekitar 4-5.bulan sudah dapat dipanen.


Walau masih perlu analisa lebih dalam terkait dengan fenomena ini,namun yang pasti masyarakat desa Teluk Naga ketahui bahwa mereka saat ini sudah kesulitan menangkap rajungan dan ikan lagi, dan menurut persepsi mereka hal ini disebabkan telah berubahnya musim di laut,

Pertanyaannya ‘Akankah kita berdiam diri dan membiarkan ini terus terjadi atau bahkan turut memperparah dampaknya dengan melakukan pengelolaan sumberdaya dengan cara yang tidak ramah lingkungan?..semua ada ditangan kita?kun

No comments: