Thursday, February 23, 2012

Orientasi Isu Perubahan Iklim start dari Kampus


‘Selain mensosialisasikan isu ini kita akan dapat banyak masukan untuk perbaikan konsep jika kita mulai dari kampus’ itulah kalimat pertama yang disampaikan oleh Syofyan Kasie Perubahan Iklim - Direktorat Pesisir dan Laut - saat kita juga Isu perubahan iklim dan bencana sendiri kini menjadi arus utama dalam penyusunan kebijakan pembangunan desa-desa pesisir mengingat kondisi masyarakat pesisir Indonesia yang sangat rentan dalam menghadapi dampak yang timbulkan oleh bencana dan perubahan iklim. Pengembangan Desa Pesisir Tangguh adalah salah satu program yang telah diinisiasi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia sejak tahun 2010 sebagai suatu upaya membangun desa pesisir yang tahan terhadap bencana dan perubahan iklim. Sebelumnya telah disusun sejumlah indikator kerentanan desa pesisir yang merupakan langkah awal untuk mengukur tingkat ketahanan desa pesisir terhadap resiko bencana dan perubahan iklim. Ketahanan desa pesisir terhadap bencana dan perubahan iklim ini dilihat dari beberapa dimensi, yaitu dimensi sosial-budaya, ekonomi, kelembagaan dan pemerintahan, infrastuktur/sarana prasarana, sumberdaya manusia dan lingkungan/ekologi.

Workshop ini secara spesifik mengusung tema “Menuju Desa Pesisir Indonesia Sejahtera Melalui Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT)”.

Workshop Pemberdayaan Pengembangan Desa Pesisir Tangguh ini diselenggarakan dengan tujuan sebagai berikut :

1) Membedah konsep Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT) yang menghadirkan Menteri Kelautan dan Perikanan, dan sejumlah pakar dari perguruan tinggi

2) Sosialisasi, pengkritisan, penggalangan masukan serta penyempurnaan konsep Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT)

Peserta

1) Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Laut, Dr. Sudirman Saad, SH. M.Hum

2) Direktur Pesisir dan Lautan Kementrian Kelautan dan Perikanan RI, Subandono Diposaptono

3) Kepala PKSPL (Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan), Tridoyo Kusumastanto

4) Kepala PSP3 (Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan) IPB, Lala M. Kolopaking

5) Kepala P4W (Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah) IPB, Ernan Rustiadi

Workshop ini telah dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 22 September 2011 bertempat di Ruang Senat Lt.6 Gedung Andi Hakim Nasution, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan workshop dimulai dari jam 08.00 WIB sampai selesai.

· Umumnya, pakar bersepakat bahwa inisiasi kehadiran PDPT sebagai program pemberdayaan untuk desa pesisir penting untuk mewujudkan ketangguhan desa-desa pesisir terhadap bencana alam dan perubahan iklim.

· Sebagaimana program pemberdayaan yang diinisiasi oleh pemerintah, maka PDPT seyognya dapat belajar dari kegagalan dan keberhasilan program-program pemberdayaan sebelumnya. Maknanya, PDPT harus beranjak lebih maju mendesain kebutuhan yang dibutuhkan masyarakat desa pesisir lalu melakukan elaborasi dalam bentuk kebijakan program pembangunan untuk desa-desa pesisir di Indonesia.

· Sejauh ini, program pemberdayaan disadari tidak mempunyai basis “nilai/ideologi” sehingga terkesan tidak memiliki spirit untuk menggerakkan program pemberdayaan. Sebaliknya, spirit yang dimiliki adalah spirit “proyek pembangunan”. Alhasil, program tidak mampu mendongkrak kesejahteraan masyarakat dan menjaga keberlangsungan program secara konsisten. Untuk itu, program PDPT perlu menentukan basis “nilai/ideologi” yang harus ditumbuhkan oleh program ini sebagai spirit penggeraknya.

· Tawaran basis “nilai/spirit” yang dimaksud adalah kemandirian, keberdaulatan, keberlanjutan, dan kesejahteraan. Basis nilai inilah yang dijadikan sebagai bangunan struktur PDPT yang mana menekankan pada enam bina (manusia, usaha, sumberdaya, lingkungan dan infrastruktur, serta siaga bencana dan perubahan iklim).

· Basis nilai dan enam bina yang menjadi titik penekanan tersebut, harus dapat digambarkan dalam profil desa pesisir sebagai sasaran program PDPT. Hal ini disadari karena profil desa pesisir merupakan titik masuk untuk memahami kebutuhan desa-desa pesisir yang nantinya akan memperoleh intervensi dari pelaku-pelaku (aktor) PDPT, baik pemerintah, swasta, NGO, dan lain-lain.

· Untuk itu, dalam penyusunan profil desa pesisir perlu adanya gambaran basis nilai/ideologi dan keterkaitannya dengan enam bina yang telah disebutkan sebelumnya sebagai variabel “wajib” yang tercantum dalam gambaran profil desa.

· Dengan demikian, gambaran profil desa-desa pesisir akan mempunyai perbedaan existing condition antar satu dengan lainnya. Artinya disetiap desa pesisir mempunyai perbedaan intervensi kebutuhan program PDPT yang akan dilakukan nantinya.

· Sehinggapenyusunan profil desa perlu pendekatan khusus yang harus dijabarkan dalam pedoman teknis dan memuat variabel-variabel yang dianggap “homogen” harus ada di luar variabel demografi, pendapatan, administratif, dan lain-lain.

· Sehubungan dengan pendekatan penyusunan profil desa pesisir, maka pendekatan yang diharapkan adalah pendekatan partisipatif yang menitikberatkan pada dialog antar aktor-aktor di desa pesisir untuk menyusun daftar kebutuhan desa-desa pesisir agar menuju ketangguhan terhadap bencana alam dan perubahan iklim.

· Yang harus ditambahkan metode pendekatan. Mana yang paling cocok dan paling mudah di terima oleh masyarakat. Pedoman ini akan kami diturunkan ke dalam juknis dan juklak, sebagai wujud dukungan IMACS.

No comments: