Tuesday, June 19, 2007

Jangan Engkau Hilangkan rasa Syukur dalam Hatiku Ya Allah!

Entah mengapa tiba-tiba kesedihan mendera hatiku saat makan pagi sendirian, di Wollongong, kota dimana saya menjalani studi master - Tak terasa air mataku menetes perlahan - Saat itu saya sendiri menikmati sarapan, yang kata orang lengkap 4 sehat 5 sempurna, namun tiba-tiba saya teringat akan suatu peristiwa yang susah untuk terlupakan, yang juga kadang-kadang jika teringat menghentak hatiku -peristiwa itu terjadi- barangkali kalo mau disebut peristiwa juga terlalu berlebih-lebihan, lebih tepat kalau di sebut pengalaman……saat itu saya kelas 4 SD, kakak tertua dan saya melakukan hajatan sunatan di kampung halaman, desa Keputren, Kotagede, Ngayogyakarta. Acara sunatan kami dilaksanakan cukup meriah, lengkap dengan wayang kulit semalam suntuk, plus dalang kondangnya.
Ada pula beberapa anak tetangga sekitar yang juga ikut sunatan bersama kami -ceritanya nebeng sunatan- sebetulnya kemungkinan besar kalau di check and recheck mereka sebetulnya masih ada hubungan darah dengan kami. Mungkin akibat kami di sunat bersama sehingga kami akrab satu dengan lainnya dan di suatu siang, saat kami sudah boleh bermain sebab kepala ‘burung’ kami telah kering, kami bermain di rumah salah satu anak yang bernama Shaleh, letaknya tidak jauh di belakang rumah mbah Kakung, rumahnya sangat sederhana untuk ukuran sekelilingnya, namun halamannya luas dan bersih, kami bermain perang-perangan….hingga saat waktu makan siang….sang ibu Shaleh -yang biasa keluarga kami memanggilnya dengan mbok Pon - menyeru kami untuk masuk ke dalam rumah makan siang, serta merta saya menolaknya, rasanya ngak enak turut makan siang di rumah Shaleh, wong rumah mbah deket banget, saya khan bisa pulang untuk makan siang tanpa harus turut makan siang ditempat mereka, namun mbok Pon memaksa untuk turut makan bersama anak-anaknya. Akhirnya saya dan mas Nur -kakakku- masuk ke kedalam rumah Shaleh yang sederhana tersebut…...tampak adek-adek serta kakak-kakak Shaleh telah duduk di tikar di sebuah ruangan yang nampaknya berfungsi bermacam-macam, sebagai ruang keluarga, ruang makan juga sekaligus tempat keluarga itu menerima tamu. Saudara Shaleh cukup banyak, sekitar, kalau ngak salah tujuh orang. Tak lama kemudian mbok Pon muncul dengan kakak perempuan Shaleh yang tertua membawa piring, yang di bagikan ke kami semua. Namun astaga….tiap piring nampaknya hanya berisi nasi yang cukup banyak untuk ukuran kami serta ikan asin kecil sebanyak 3 ekor - jenis ikan ini biasa kami sebut gereh dalam bahasa jawa- dan 2 potong kerupuk yang terbuat dari ubi kayu! Menu ini sangat-sangat sederhana menurutku, saat itu, saya teringat saat pembantu di rumah kami memberikan makan si hero, kucing kampung kesayangan adek saya…menunya persis dengan apa yang ada dihadapan saya saat ini! Saya juga berpikir apakah saya dapat menghabiskan nasi yang cukup banyak ini dengan bermodal 3 ekor gereh serta 2 potong kerupuk ubi? Saya ngak yakin! Saya masih berharap akan datangnya lauk-pauk lainnya, sebagai teman nasi ini…….namun harapan saya itu sia-sia belaka……tiba-tiba suasana nampak hening, Shaleh kelihatan menutup mata dan menangkupkan tangannya di depan wajahnya - nampaknya dia sedang berdoa – eh…..bukan cuman Shaleh, semua sodaranya ternyata melakukan hal yang sama…..pelan terdengar desisan doa mereka dalam bahasa jawa yang lumayan sedikit dapat kumengerti, maklum keluarga kami lama meninggalkan tanah jawa - mudah-mudahan tidak salah terjemahannya - tapi yang kutangkap, mereka mengucapkan syukur,yang dalam bahasa Indonesia lebih kurang berbunyi seperti ini ‘’Ya Allah, Syukur Alhamdulillah atas semua rezeki yang Kamu telah dan akan limpahan kepada kami sekeluarga, dan janganlah Engkau hilangkan rasa syukur kami itu dari hati kami sekeluarga Ya Gusti Allah” dan berapa kalimat lagi yang cukup sulit kumengerti, sebab beberapa katanya asing bagiku. Masya Allah nampaknya kebiasaan seperti ini merupakan ‘national custom’ - kebiasaan umum- di keluarga tersebut, sebab semua sodara-sodara Shaleh melakukan hal yang sama….saya dan mas Nur saling berpandangan, nampak jelas di wajah kami rasa malu hati yang luar biasa, jelas bahwa akibat tidak adanya rasa syukur kami, kami selalu makan yang berlebih dibanding meraka, namun tak satu kalipun pernah kami berdoa untuk mengucapkan rasa syukur kami sedemikian hikmat seperti mereka, walau apa yang dihadapan mereka menu yang sangat sederhana. Jauh dengan dari menu yang paling sederhanapun di rumah kami. Saat itu saya masih belum paham, mengapa mereka juga memohon agar Allah jangan menghilangkan rasa syukur mereka! Sebegitu pentingkah rasa itu sehingga mereka bela-belain memohon agar rasa itu tidak hilang dari hati mereka? Hal ini mengejutkan saya jauh setelah kejadian itu saya alami, setelah saya beranjak dewasa.

Kedua orang tua Shaleh petani pengarap, petani yang tidak memiliki lahan sendiri, meraka hanya mengerjakan sawah orang lain dengan sistim pembagian hasil, yang saya rasa untuk menghidupi 7 orang anak secara matematis tidak akan cukup. Namun kenyataannya keluarga ini masih bisa menyekolahkan 4 orang ada di tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Tingkat Menengah Pertama, kecuali 2 orang kakak Shaleh putus sekolah serta adik shaleh yang masih kecil. Yang membuat saya semakin tersentak, jauh setelah peristiwa itu – saat saya berdiskusi dengan teman tentang rasa syukur -ialah kalimat Shaleh dan sodara-sodaranya “Janganlah Engkau Hilangkan rasa syukur kami itu dari hati kami sekeluarga, Ya Gusti Allah” Rezeki mereka tidaklah berlimpah, tidak seperti keluarga lainnya, menu makan mereka sangat sederhana jika dibandingkan menu keluarga lainnya, pendapatan keluarga itu jauh dari cukup untuk mencukupi kebutuhan keluarga itu , namun entah mengapa mereka terlihat tidak memiliki kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Lama setelah kejadian itu baru tumbuh pemahaman dalam diri saya bahwa jika kita memiliki rasa syukur akan kenikmatan yang diberikan Allah kepada kita , rezeki itu akan menjadi cukup adanya! Batas kecukupan manusia itu bergantung dari tingkat rasa syukurnya! Shaleh dan sodara-sodaranya - walau makan dengan menu si hero, kucing kesayangan adekku - namun mereka memiliki rasa syukur atas rezeki itu, sehingga kenikmatan itu cukup adanya bagi keluarga mereka! Suluk spiritual keluarga Shaleh telah panjang, jauh melewati perjalanan spiritual keluargaku!

Saya teringat cerita saat Rasulullah SAW bertanya kepada seseorang di buku Mutiara Ihya’Ulumudinnya AlGhazali, Beliau bertanya” Bagaimana keadaanmu pada pagi hari ini?’ orang itu menjawab,’Dalam keadaan baik” Rasulullah SAW, mengulang pertanyaanya. Maka orang itu memberikan jawaban yang sama. Sehinggga pada ketiga kalinya, orang itu menjawab, ’Dalam keadaan baik, memuji Allah SWT, dan bersyukur kepadaNya.’ Maka Rasullulah SAW bersabda, ’Itulah yang Aku inginkan darimu”
Jika engkau telah mengetahui bahwa kenikmatan itu datangnya dari Allah maka itu bagian dari rasa syukur!
‘Jika engkau telah mengetahui hal ini, maka berarti engkau telah bersyukur kepada-KU”

Pagi ini, saya bukan cuma bersedih namun juga takut- sedih jika saya tidak mampu mensyukuri nikmat sarapan yang jauh berlebih dari makan siang Shaleh dan sodara-sodaranya, - takut jika Allah menghilangkan rasa syukur dari dalam qalbuku, yang dapat membuat saya akan selalu merasa tidak cukup akan rezeki Allah…………! Takut dan sedih jika saya tidak dapat mensyukuri nikmat umur, karunia sehat, indah persaudaran, kemudahan menuntut ilmu, nyamannya perlindungan dan bahagianya pertolongan dariNYA, di saat hari kelahiranku tahun ini!


“Ya Allah, janganlah Engkau hilangkan juga rasa Syukur dari dalam hatiku atas semua kenikmatan yang telah Engkau dan yang akan Engkau limpahkan kepadaku, seperti Engkau memberikan rasa syukur itu kepada keluarga Shaleh dan kepada orang-orang yang bergerak mendekatiMu dan mencintaiMu…………..!
Amien!

met ultah kun, wollongong,medioapril03!

No comments: