Wednesday, May 30, 2012


Sriwijaya Post
Front Liner Dituntut Improvisasi 
Melayani Penumpang Pesawat
Sriwijaya Post - Rabu, 30 Mei 2012 17:20 WIB
AGATHA.JPG
SRIPOKU.COM/ABDUL HAFIZ
Agatha Tridaryanti, instruktur service improvement program memberikan arahan.

SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Front liner selaku ujung tombak petugas yang melayani calon penumpang pesawat dituntut improvisasi dalam melakukan service.

"Kita punya strategi sendiri bagaimana mengakomodir keinginan penumpang. Gunakan hati untuk mendengar, mengelola diri sendiri, mengelola pelanggan. Barulah improvisasi," seru Agatha Tridaryanti, instruktur service improvment program dari PT Gapura Angkasa Pusat didampingi GM PT Gapura Angkasa Palembang, I Ketut Deddy Hariyanto.

Tidak jarang dalam setiap kali penerbangan, ada saja penumpang bertanya, protes ke petugas front liner. Baik itu menanyakan tiket, delay, divert, dll.

"Kita cari tahu dulu pokok masalahnya apa. Petugas supaya tidak menyalahkan, memerintah customer. Tidak mendiskon, menyetujui dan mesti secara selektif mendengar pernyataan customer. Training ini baru tahap awal. Sebenarnya ada kelanjutan service coaching. (Meremain kader-kader itu untuk tuntutan ke staf). Seperti service terbaik. Kita adain ini sesuai kebutuhan, tentunya kembali harus ada kontrol di lapangan," terang Agatha.

Sebanyak 45 tenaga front liner PT Gapura Angkasa SMB II Palembang mengikuti training service improvement program & hospitality di Class Room Operasi Bandara International SMB II Palembang, 27-29 Mei 2012.

"Tanggal 30 Mei-1 Juni 2012 ini kan kita kedatangan tim pusat Internal Services Quality Audit (ISQA). Makanya kita datangan instruktur untuk menajamkan persepsi konsep garuda dengan yang ada di lapangan," ungkap Station Service Manager Garuda Indonesia SMB II Palembang, Hasymi.

Adapun ke-45 tenaga front liner dari PT Gapura Angkasa yang merupakan perusahaan groundhandling rekanan Garuda dalam melayani penumpang baik mulai dari check-in konter, boarding gate, hingga bagage services.

"Orang datang bertanya ke kita karena percaya kita tahu semua. Makanya gak kalah pentingnya kita tidak hanya bahasa pelayanan, tetapi juga paham juga akan produk. Misalnya kalau ditanya tiket. Paling tidak kita bisa memberikan perkiraannya segini, tapi untuk persisnya bisa datang ke konter. Begitu juga soal bagasi," ujar Hasymi kepada Sripoku.com.

Penulis : Abdul Hafiz
Editor : Sudarwan

Saturday, May 5, 2012


Program Mitra Bahari siap mengawal isu Perubahan Iklim
‘Manfaat TOT adaptasi perubahan iklim ini sangat besar bagi kami-terutama Mitra Bahari sebagai jembatan antara masyarakat serta pemerintah dan kami juga baru pertama kali mendapatkan pelatihan sejenis....kami harapkan kedepan hasil dari pelatihan ini dapat dikembalikan kepada masyarakat  dan birokrat......  ’ Dr. Ir. Sitti Hilyana, M. Si (Konsorsium Mitra Bahari NTB Universitas Mataram)


Berawal dari kegiatan Lokakarya Nasional XV Mitra Bahari pada tanggal 23 November 2011 di Bandung, dimana kesepakatan untuk bekerja sama disepakati antara IMACS dan Program Mitra bahri Nasional, maka kegiatan  Training of Trainer “Perencanaan adaptasi perubahan iklim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil” dilaksanakan.

Persiapan pelaksanaan pelatihan didahului dengan pertemuan formal dan informal dengan pihak Sekretariat Nasioanal Mitra Bahari, khususnya dengan Umi Windriani-Kabag. Mitigasi Bencana & Polusi Lingkungan: dan Raden Tomi Supratomo serta pihak WWF dan Conservation Internasional. Paralel dengan persiapan ini,  pihak IMACS melakukan juga koordinasi intens dengan penyelenggara dan penyusun modul kegiatan training LEAP yaitu Meghan Gambos, Scots Atkinson serta Kathleen Flower, khususnya terkait dengan upaya perbaikan/revisi modul yang akan digunakan. 
Pertemuan membahas perbaikan modul juga dilakukan oleh para fasilitator yaitu Fendi Sondita, Taswien munier , Teddy Indrauan serta kun Praseno
Acara rutin tahunan Program Mitra Bahari ini ditujukan untuk peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dalam mendukung pembangunan kelautan dan perikanan, khususnya kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil, melalui kemitraan antar stakeholder.  Adapun topik dan materi pelatihan setiap tahunnya disesuaikan dengan kebijakan dan program yang sedang menjadi fokus.  Pada tahun ini, pelatihan ini mengambil topik adaptasi perubahan iklim dengan judul “Perencanaan adaptasi perubahan iklim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil”. 

Kegiatan ini dibuka oleh Sekretaris Ditjen KP3K dan diikuti oleh 40 (empat puluh) peserta dari 31 Konsorsium Mitra Bahari (KMB Bali dan Sumbar tidak mengirimkan perwakilannya), perwakilan dari Direktorat lingkup Ditjen KP3K dan perwakilan dari BPSDMKP.     
Komposisi peserta yaitu Pria 28 orang dan Wanita 12 orang. Guna menjaga kualitas dan keberlanjutan pelatihan ini, maka dalam pelatihan ini kami mengundang participatory observer dari Pusat Pelatihan BPSDMKP- Priyantini Dewi, SE, MM - Kasubbid Metode dan Kurikulum Puslat BPSDMKP.

Pelatihan ini dibagi secara garis besar dibagi menjadi 2 (dua) sesi yaitu sesi kebijakan dan program adaptasi perubahan iklim dan sesi praktek.  Pada Sesi kebijakan disampaikan Kebijakan Nasional Perubahan Iklim oleh Sekretaris Pokja Adaptasi Dewan Nasional Perubahan Iklim dan Kebijakan dan Program Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam Adaptasi Perubahan Iklim oleh Direktur Pesisir dan Lautan, Ditjen KP3K, KKP.  Sedangkan sesi praktek, peserta dibimbing oleh fasilitator yang terdiri dari Dr. Fedi Sondita (CI/IPB), Kun Praseno (IMACS), Taswien Munier (WWF) dan Teddy Indriauan (Direktorat Pesisir dan Lautan, Ditjen KP3K, KKP).  Adapun materi pelatihan mengadopsi modul pelatihan serupa di Negara Micronesia yang dikembangkan melalui Micronesia Challenge.
Perkembangan yang menarik setelah pelatihan ini berakhir adalah disepakatinya tindaklanjut baik di tingkat nasional maupun lokal, yang diharapkan dapat mengawali pengenalan dan penguatan kapasitas stakeholder terkait dengan isu perubahan iklim.  Ir. Abdul Hamid, M.Si dari Konsorsium Mitra Bahari Sulawesi Tenggara - FPIK Universitas Haluoleo juga menyampaikan kesiapan dan rencana untuk menularkan kapasitas yang diperoleh dari TOT ini kepada stakeholder di wilayahnya.

Adapun tindak lanjut dari pelatihan dimaksud sebagai berikut :
a. Modul Pelatihan akan disertifikasi sebagai standar modul pelatihan perencanaan adaptasi perubahan iklim   di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan pelatihanselanjutnya akan dilaksanakan oleh BSDMKP.
b. BPSDMKP sebagai pelaksana kewenangan dalam peningkatan kapasitas sumberdaya manusia di bidang kelautan dan perikanan hendaknya dapat memanfaatkan peserta pelatihan sebagai bagian dari pelatih/pendamping masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil.
c. Ditjen KP3K hendaknya dapat membantu komunikasi dengan Dinas KP dan Universitas terkait dengan telah dilatihnya sumberdaya manusia Konsorsium Mitra Bahari guna mendukung implementasi adaptasi perubahan iklim di daerah.
d. Guna menindaklanjuti pelatihan ini, melalui program IMACS bekerjasama dengan BPSDMKP dan Ditjen KP3K, dapat ditingkatkan kapasitas modul pelatihan serta alumni pelatihan, sehingga modul pelatihan dan fasilitatornya dapat sesuai dengan kondisi dan dinamika kelautan dan perikanan di Indonesia dalam adaptasi perubahan iklim.

Tindaklanjut ini optimis dapat dilakukan, mengingat beberapa stakeholder PMB lokal telah menunjukkan kesiapannya seperti yang diungkapkan oleh Dr. Sitti Hilyana dari Konsorsium PMB NTB yang siap untuk ‘mengembalikan’ hasil pelatihan ini ditingkat masyarakat dan jajaran birokrat di daerahnya.(lihat film)

Progress ini juga merupakan bagian dari upaya pencapaian target program IMACS yang mengharapkan kesiapan Pemerintah lokal dan masyarakat di lokasi program dapat melakukan penilaian kerentanan lkhususnya yang terkait dengan akibat perubahan iklim.