Tuesday, June 19, 2007

Kunci Segala Kejelekan

 
Dek, marah itu kunci dari segala dosa, kesimpulannya Cuma dua kok….pertama Allah Sedang memberi saya cobaan untuk menaikkan derajat saya…kedua Alllah sedang membalas amalan jelek saya ..kemungkinan dulu saya membuat perbuatan yang buruk terhadap orang lain dan saat ini Allah membalasnya dengan kejadian ini, ”Bagaimana dengan Pak Didin? “Oh saya tidak ingin membahasnya, soalnya saya ngak mau berprasangka buruk ama beliau, agama saya melarangnya……! Bisa jadi saya juga lupa kalo saya memang belum membayar beliau….kita manusia penuh dengan segala kekurangan….!Saya akan mencoba untuk mencari bukti kuitansinya dulu, saya teledor menaruhnya sehingga saat ini saya belum bisa memperlihatkan ke beliau…!”
Percakapan ini benar-benar terjadi , Pak Ahmad tetanggaku, sore itu di didatangi oleh Pak Didin sang pemilik rumah –beliau kontrak rumah- Pak Didin marah-marah dan menuduh beliau telah terlambat membayar uang sewa bulanannya, pak Didin terkenal temperamental di lingkungan kami, menurut cerita dulu bekas jagoan kampung.
Namun tak disangka, Pak Ahmad menanggapinya dengan hati dingin, hingga kemarahan Pak Didin beranjak surut lalu pergi! Salah seorang warga, Iphul,juga tetangga kami,bertanya ke Pak Ahmad, kok beliau bisa tahan dikata-katain yang menurut standar apapun merupakan penghinaan yang cukup berlebihan. Jawaban yang dikeluarkan Pak Ahmad diatas cukup mengejutkanku, beliau menganggap itu merupakan cobaan yang Allah sedang berikan kepada beliau, untuk meningkatkan maqam beliau. Sangkaannya begitu baek terhadap Allah,serta beliau memiliki tingkat kesadaran atas diri sendiri cukup tinggi- beliau sadar bahwa selama hidup beliau , pasti pernah melakukan khilaf dan salah sehingga, sangkaan beliau tidak tertuju kepada pak Didin namun intropesksinya terhadap dirinya sendiri. Tak sedikit pun terbetik kemarahan nampak di wajah beliau atas perlakuan pak Didin atas tuduhan tersebut. hal ini betul –betul berkesan hati saya
Sejauh yang ku tahu, Pak Ahmad seorang pegawai perusahan jawatan kereta api, orangnya sederhana dan sangat santun, tampak wajahnya selalu bersinar cerah. Beliau bukan aseli orang daerah kami! nampaknya beliau berasal dari daerah Sumatera. Banyak orang yang suka bercengkrama dengannya, barangkali karena dia selalu memperhatikan lawan bicaranya sehingga orang yang diajak bicara merasa dihargai…!

Melihat sikap beliau seperti itu , aku jadi teringat cerita tentang seseorang sahabat di zaman Nabi Muhammad SAW, orang itu mendatangi Nabi Besar, lalu berkata, ‘Ya Rasullullah aku ingin menghapal hadistmu, coba beritahukan kepadaku satu hadis saja yang tidak terlalu panjang sehingga aku mudah menghapalnya.’. lalu nabi bersabda,”La taghdhab; Jangan Marah.” Sahabat itu lalu pulang dengan menghapal hadist itu. Setelah beberapa lama sahabat mendatangi Nabi lagi dengan permintaan yang sama, Nabi bersabda lagi, ”La taghdab; Jangan Marah.” Hal ini berulang hingga tiga kali. Sahabat itu lalu berpikir mengapa Nabi selalu mengucapkan hadist tersebut hinggga tiga kali, sampai sahabat tersadar dan berkata,”Aku memikirkan mengapa Nabi SAW menyebutkan hadist itu tiga kali, tiba-tiba aku memahami bahwa sesungguhnya marah itu bisa mengumpulkan seluruh kejelekan.”

Kini aku makin tahu mengapa pak Ahmad tidak terlarut ikut marah ketika pak Didin mendatanginya dengan kondisi pitam, sebab kalau orang telah marah , seluruh kejelekan bisa dia undang masuk kedalam dirinya. Ia akan berbicara kasar, dan bicara kasar itu adalah kejelekan. Seorang mukmin tidak mungkin berbicara kasar dengan mengucapkan kata-kata yang tajam. Ia tidak mungkin berbicara dengan kalimat yang bisa menusuk perasaaan , memaki-maki, mengeluarkan kata-kata kotor, seluruh hal itu bisa terjadi bila seseorang sedang marah, seluruh keburukan keluar dari dirinya, sebab marah itu berasal dari setan.

Aku juga teringat bahwa penyelesaian masalah dengan kemarahan merupakan cara penyelesaian yang paling rendah tingkatnya…….!
MasyaAllah…!!Berapa banyak rakyat bangsaku selalu menyelesaikan persoalan hidupnya dengan cara ini..? Membakar seorang pencuri jemuran….memukuli maling indomie yang sudah dua hari tidak makan…!
Ya Allah hindarkanlah diriku dan seluruh saudaraku sebangsa dari kemarahan,sehingga kejelekan tidak terkumpul pada diri kami…Amien!


><((((º>`•.¸¸.•´¯`•. kun¸.•´¯`•...¸ ><((((º>¸.



New South Wales, awal Summer 2003

Untuk Sahabatku

sahabat,  ketika kamu akan menempuh kehidupan…

sudahkah engkau mempersiapkan bekalnya ?

gunakanlah waktu ini untuk mengumpul bekal!

Sahabat, jika tak cukup waktu…….

cuci saja hatimu , hilangkan penyakit yang bersarang didalamnya…

tumbuhkan saja rasa cinta didalamnya…

timbulkan saja kerinduan untuk fana bersamaNYA…

mudah-mudahan itu cukup untuk bekalmu mengarungi kehidupan sahabatku !


(bukankah kehidupan saat ini hanya bentuk dari kematian…?kun)

INO, SEHARUSNYA KAMU BERBANGGA NAK!

Perjalanan hidup keluargaku cukup bervariasi, ketika aku kecil dulu, saat sebuah motor merupakan barang mewah, digarasi keluarga kami telah terparkir sebuah mobil keluaran Jepang yang cukup bagus saat itu. Saat banyak anak-anak berjalan kaki menuju ke sekolah , telah tersedia sopir yang patuh mengantar dan menjemputku di sekolah.
Namun hidup bagaikan cakrapanggilingan, sebuah roda besar yang setiap sisinya memiliki kesempatan yang sama, berada diatas dan berada dibawah, dimasa manis-manisnya masa remaja di SMA sisi roda perjalanan hidup keluargaku mendapat giliran berada dibawah. Usaha yang dirintis keluargaku perlahan-lahan surut sinarnya, hingga mencapai titik terendah.
Hilang semua kebanggaan-kebanggaan bendawi yang kami miliki - namun pada saat kritis seperti itu ada suatu hal yang tidak dapat kumengerti dari kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh kedua orang tuaku, dimasa dimana untuk menjalani kehidupan sehari-hari seperti sinar matahari yang redup, saat itu pula kedua orang tuaku masih mempertahankan beberapa anak angkat, anak-anak orang tak mampu yang disekolahkan dan hidup bersama dengan keluargaku, bahkan mengangkat anak angkat baru yang notabenenya memerlukan biaya untuk hidup mereka ,…….sekolah mereka!
Ada kekesalan dalam bathinku , mengapa Beliau masih memelihara anak angkat sementara kebutuhan anak kandungnya sendiri tidak tercukupi secara normal? Coba anda bayangkan selama dua tahun , sepatu yang kugunakan untuk bersekolah sudah tiga kali dibawa ke tukang sepatu, untuk dijahit karena sol bawahnya udah mulai enggan bersatu dengan kulit bagian atasnya!
Dibenakku jika anak-anak angkat itu tidak ada… tentunya hal ini tidak perlu tejadi, sangat besar kemungkinan bagi aku untuk dapat mengganti sepatuku dengan sepatu yang baru walau yang harganya relatif murah tapi akibat kedua orangtuaku harus juga mengalokasikan energi buat mereka-mereka …oh ya jumlahnya ada 4 orang …….!!Yah terpaksa sepatu butut itu tetap setia menemaniku……! Memang aku paham bahwa menolong orang tak mampu adalah suatu kewajiban yang harus diemban oleh ummat muslim, namun bukankah jika kita tidak mampu itu berarti kita tidak memiliki kewajiban terhadap orang-orang yang juga tak mampu!
Setelah sekian lama memendam kekesalan ini, suatu masa kucoba beranikan diri berbicara dengan Bapak, untuk memprotes kebijakan yang beliau terapkan, kuutarakan keberatan-keberatan diriku, Beliau dengan tenang mendengar semua keluhan-keluhanku, setelah unek-unekku tersalurkan, beliau mendehem dan mulai berkata :

“Ino keluarga kita memang lagi dilanda kesusahan , kehidupan kita tidak seperti dulu lagi, roda kehidupan keluarga kita sedang berada dibawah , ujian Allah lagi menimpa kita , namun disaat seperti ini, tidakkah kamu berbangga, bahwa tangan keluarga kita masih berada diatas bukan berada dibawah, bukankah sebaik-baiknya manusia ialah yang tangannya lebih banyak memberi daripada menerima ?Disaat susah seperti ini keluarga kita masih mampu membantu orang lain! Tidakkkah kamu berbangga dengan hal ini, Ino ?



Bagai gelegar petir disiang bolong mendengar tuturan Beliau,
…………… tidakkah kamu berbangga dengan hal ini ?…………., kalimat itu tergiang-ngiang di telingaku! betapa piciknya hatiku…….. betapa dangkalnya aku memahami persoalan kehidupan ini.
Sebaik-baiknya manusia ialah yang tangannya berada diatas , yang memiliki tangan yang selalu memberi bukan diberi!


Ya Allah maafkan ketololan hatiku , maafkan prasangkaku terhadap kedua orangtuaku , maafkan kepicikan hatiku……!

(ideamakassar,apriltaonduaribusatu)

Jangan Engkau Hilangkan rasa Syukur dalam Hatiku Ya Allah!

Entah mengapa tiba-tiba kesedihan mendera hatiku saat makan pagi sendirian, di Wollongong, kota dimana saya menjalani studi master - Tak terasa air mataku menetes perlahan - Saat itu saya sendiri menikmati sarapan, yang kata orang lengkap 4 sehat 5 sempurna, namun tiba-tiba saya teringat akan suatu peristiwa yang susah untuk terlupakan, yang juga kadang-kadang jika teringat menghentak hatiku -peristiwa itu terjadi- barangkali kalo mau disebut peristiwa juga terlalu berlebih-lebihan, lebih tepat kalau di sebut pengalaman……saat itu saya kelas 4 SD, kakak tertua dan saya melakukan hajatan sunatan di kampung halaman, desa Keputren, Kotagede, Ngayogyakarta. Acara sunatan kami dilaksanakan cukup meriah, lengkap dengan wayang kulit semalam suntuk, plus dalang kondangnya.
Ada pula beberapa anak tetangga sekitar yang juga ikut sunatan bersama kami -ceritanya nebeng sunatan- sebetulnya kemungkinan besar kalau di check and recheck mereka sebetulnya masih ada hubungan darah dengan kami. Mungkin akibat kami di sunat bersama sehingga kami akrab satu dengan lainnya dan di suatu siang, saat kami sudah boleh bermain sebab kepala ‘burung’ kami telah kering, kami bermain di rumah salah satu anak yang bernama Shaleh, letaknya tidak jauh di belakang rumah mbah Kakung, rumahnya sangat sederhana untuk ukuran sekelilingnya, namun halamannya luas dan bersih, kami bermain perang-perangan….hingga saat waktu makan siang….sang ibu Shaleh -yang biasa keluarga kami memanggilnya dengan mbok Pon - menyeru kami untuk masuk ke dalam rumah makan siang, serta merta saya menolaknya, rasanya ngak enak turut makan siang di rumah Shaleh, wong rumah mbah deket banget, saya khan bisa pulang untuk makan siang tanpa harus turut makan siang ditempat mereka, namun mbok Pon memaksa untuk turut makan bersama anak-anaknya. Akhirnya saya dan mas Nur -kakakku- masuk ke kedalam rumah Shaleh yang sederhana tersebut…...tampak adek-adek serta kakak-kakak Shaleh telah duduk di tikar di sebuah ruangan yang nampaknya berfungsi bermacam-macam, sebagai ruang keluarga, ruang makan juga sekaligus tempat keluarga itu menerima tamu. Saudara Shaleh cukup banyak, sekitar, kalau ngak salah tujuh orang. Tak lama kemudian mbok Pon muncul dengan kakak perempuan Shaleh yang tertua membawa piring, yang di bagikan ke kami semua. Namun astaga….tiap piring nampaknya hanya berisi nasi yang cukup banyak untuk ukuran kami serta ikan asin kecil sebanyak 3 ekor - jenis ikan ini biasa kami sebut gereh dalam bahasa jawa- dan 2 potong kerupuk yang terbuat dari ubi kayu! Menu ini sangat-sangat sederhana menurutku, saat itu, saya teringat saat pembantu di rumah kami memberikan makan si hero, kucing kampung kesayangan adek saya…menunya persis dengan apa yang ada dihadapan saya saat ini! Saya juga berpikir apakah saya dapat menghabiskan nasi yang cukup banyak ini dengan bermodal 3 ekor gereh serta 2 potong kerupuk ubi? Saya ngak yakin! Saya masih berharap akan datangnya lauk-pauk lainnya, sebagai teman nasi ini…….namun harapan saya itu sia-sia belaka……tiba-tiba suasana nampak hening, Shaleh kelihatan menutup mata dan menangkupkan tangannya di depan wajahnya - nampaknya dia sedang berdoa – eh…..bukan cuman Shaleh, semua sodaranya ternyata melakukan hal yang sama…..pelan terdengar desisan doa mereka dalam bahasa jawa yang lumayan sedikit dapat kumengerti, maklum keluarga kami lama meninggalkan tanah jawa - mudah-mudahan tidak salah terjemahannya - tapi yang kutangkap, mereka mengucapkan syukur,yang dalam bahasa Indonesia lebih kurang berbunyi seperti ini ‘’Ya Allah, Syukur Alhamdulillah atas semua rezeki yang Kamu telah dan akan limpahan kepada kami sekeluarga, dan janganlah Engkau hilangkan rasa syukur kami itu dari hati kami sekeluarga Ya Gusti Allah” dan berapa kalimat lagi yang cukup sulit kumengerti, sebab beberapa katanya asing bagiku. Masya Allah nampaknya kebiasaan seperti ini merupakan ‘national custom’ - kebiasaan umum- di keluarga tersebut, sebab semua sodara-sodara Shaleh melakukan hal yang sama….saya dan mas Nur saling berpandangan, nampak jelas di wajah kami rasa malu hati yang luar biasa, jelas bahwa akibat tidak adanya rasa syukur kami, kami selalu makan yang berlebih dibanding meraka, namun tak satu kalipun pernah kami berdoa untuk mengucapkan rasa syukur kami sedemikian hikmat seperti mereka, walau apa yang dihadapan mereka menu yang sangat sederhana. Jauh dengan dari menu yang paling sederhanapun di rumah kami. Saat itu saya masih belum paham, mengapa mereka juga memohon agar Allah jangan menghilangkan rasa syukur mereka! Sebegitu pentingkah rasa itu sehingga mereka bela-belain memohon agar rasa itu tidak hilang dari hati mereka? Hal ini mengejutkan saya jauh setelah kejadian itu saya alami, setelah saya beranjak dewasa.

Kedua orang tua Shaleh petani pengarap, petani yang tidak memiliki lahan sendiri, meraka hanya mengerjakan sawah orang lain dengan sistim pembagian hasil, yang saya rasa untuk menghidupi 7 orang anak secara matematis tidak akan cukup. Namun kenyataannya keluarga ini masih bisa menyekolahkan 4 orang ada di tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Tingkat Menengah Pertama, kecuali 2 orang kakak Shaleh putus sekolah serta adik shaleh yang masih kecil. Yang membuat saya semakin tersentak, jauh setelah peristiwa itu – saat saya berdiskusi dengan teman tentang rasa syukur -ialah kalimat Shaleh dan sodara-sodaranya “Janganlah Engkau Hilangkan rasa syukur kami itu dari hati kami sekeluarga, Ya Gusti Allah” Rezeki mereka tidaklah berlimpah, tidak seperti keluarga lainnya, menu makan mereka sangat sederhana jika dibandingkan menu keluarga lainnya, pendapatan keluarga itu jauh dari cukup untuk mencukupi kebutuhan keluarga itu , namun entah mengapa mereka terlihat tidak memiliki kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Lama setelah kejadian itu baru tumbuh pemahaman dalam diri saya bahwa jika kita memiliki rasa syukur akan kenikmatan yang diberikan Allah kepada kita , rezeki itu akan menjadi cukup adanya! Batas kecukupan manusia itu bergantung dari tingkat rasa syukurnya! Shaleh dan sodara-sodaranya - walau makan dengan menu si hero, kucing kesayangan adekku - namun mereka memiliki rasa syukur atas rezeki itu, sehingga kenikmatan itu cukup adanya bagi keluarga mereka! Suluk spiritual keluarga Shaleh telah panjang, jauh melewati perjalanan spiritual keluargaku!

Saya teringat cerita saat Rasulullah SAW bertanya kepada seseorang di buku Mutiara Ihya’Ulumudinnya AlGhazali, Beliau bertanya” Bagaimana keadaanmu pada pagi hari ini?’ orang itu menjawab,’Dalam keadaan baik” Rasulullah SAW, mengulang pertanyaanya. Maka orang itu memberikan jawaban yang sama. Sehinggga pada ketiga kalinya, orang itu menjawab, ’Dalam keadaan baik, memuji Allah SWT, dan bersyukur kepadaNya.’ Maka Rasullulah SAW bersabda, ’Itulah yang Aku inginkan darimu”
Jika engkau telah mengetahui bahwa kenikmatan itu datangnya dari Allah maka itu bagian dari rasa syukur!
‘Jika engkau telah mengetahui hal ini, maka berarti engkau telah bersyukur kepada-KU”

Pagi ini, saya bukan cuma bersedih namun juga takut- sedih jika saya tidak mampu mensyukuri nikmat sarapan yang jauh berlebih dari makan siang Shaleh dan sodara-sodaranya, - takut jika Allah menghilangkan rasa syukur dari dalam qalbuku, yang dapat membuat saya akan selalu merasa tidak cukup akan rezeki Allah…………! Takut dan sedih jika saya tidak dapat mensyukuri nikmat umur, karunia sehat, indah persaudaran, kemudahan menuntut ilmu, nyamannya perlindungan dan bahagianya pertolongan dariNYA, di saat hari kelahiranku tahun ini!


“Ya Allah, janganlah Engkau hilangkan juga rasa Syukur dari dalam hatiku atas semua kenikmatan yang telah Engkau dan yang akan Engkau limpahkan kepadaku, seperti Engkau memberikan rasa syukur itu kepada keluarga Shaleh dan kepada orang-orang yang bergerak mendekatiMu dan mencintaiMu…………..!
Amien!

met ultah kun, wollongong,medioapril03!